Langsung ke konten utama

Teori Mashlahah

"Dahulu Abu Bakar radliallahu 'anhu apabila mendapat suatu masalah (percekcokan) ia langsung mencarinya dalam Kitabullah subhanallahu wa ta'ala, jika beliau mendapatkan penjelasannya ia putuskan masalah itu dengannya, tetapi jika tidak didapati dalam Kitabullah dan ia mengetahui suatu sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam masalah tersebut, ia putuskan dengannya, tetapi jika ia tidak menemukannya, ia segera keluar dan menanyakannya kepada kaum muslimin, kemudian berkata: 'aku mendapat masalah ini dan ini, apakah kalian pernah mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah memutuskan dalam masalah ini dengan suatu keputusan hukum?, biasanya setelah beberapa orang berkumpul, masing-masing dari mereka menyampaikan suatu keputusan hukum dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, biasanya Abu Bakar radliallahu 'anhu berkata: 'Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan pada kaum kami yang dapat menghapal sunnah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Jika tidak ia dapatkan dalam sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia mengumpulkan pembesar dan orang pilihan dari para sahabat untuk diajak bermusyawarah, jika telah sepakat (pendapat mereka) maka dengan dasar keputusan bulat tersebut ia memberikan keputusan hukum".

(HR. Darimi)






Dewasa ini, aktivitas ijtihad terkadang dilakukan terburu-buru, sehingga hukum fiqh atau fatwa, tampak lebih patuh terhadap deadline tertentu tanpa dukungan metodologi yang utuh. Padahal, dalam satu aspek relasi antara nash-nash dan realitas, para ulama (mujtahid) kerap menyebut istilah mashlahah (kebaikan), tanpa mengenal konstruksi pengetahuan yang menopangnya. Di sinilah pentingnya memikir ulang posisi salah satu teori di dalam ushûl al-fiqh tersebut.

Mashlahah berasal dari kata jadian shad-lam-ha, kemudian terbentuk kata shalahashaluhashalâhansulûhan dan salâhiyyatan. Secara etimologis berarti manfaat, bagus, baik, kebaikan dan kegunaan. Mashlahah merupakan bentuk kata keterangan (masdar) dari kata kerja (fi’ilshalaha. Secara morfologis (sharaf) memiliki pola (wazan) dan makna yang sama dengan manfa’ah. Menurut Ibn al-Manzûr, penulis Lisan al-‘Arabmashlahah adalah kata benda (isim) berbentuk tunggal (mufrad) dari kata mashâlih (jama’) (1972, Juz II: 348). Sementara itu, menurut Al-Fayumi dalam al-Misbah al-Munîr (tt: 386), Al-Razi dalam Mukhtâr al-Shihhah(1953: 75) al-Fairuzabad dalam al-Qâmûs al-Muhîth (1965, Juz I: 227) dan Luis Maluf dalam al-Munjîd fi al-Lughâh wa al-A’lâm (1987: 448) menyebut bahwa shaluha adalah antonim dari fasada, yang bermakna rusak atau binasa.

Menelusuri akar kata mashlahah dalam al-Qur’an, ditemukan variasi kata shalahashâlihshulhashlaha, dan yushlihyang terdapat di sebanyak 177 tempat. Kata-kata itu ada yang berdiri sendiri, ada yang merupakan sifat, ada pula nama seorang Nabi.

 Menimbang Teori Mashlahah

Perlu kiranya menjelaskan, bagaimana jenis-jenis konstruksi mashlahah sebagai teori. Namun, kerap kali para ulama ushûl, tidak secara jernih mempersoalkan hal ini. Padahal, kepentingannya adalah untuk bisa membedakan posisi suatu teori tertentu, baik sebagai sumber, metode, maupun tujuan hukum.

Abd al-Wahhab al-Khalaf, misalnya, mengaburkan istilah argumentasi (dalîl) dan sumber hukum. Menurutnya, dalîl adalah “argumentasi dengan penelitian yang benar atas hukum ilahi, secara praktis dengan metode yang tidak diragukan maupun yang bersifat spekulatif (mâ yastadullu bi al-nadhari al-shahîh fîhi ’alâ hukm syar’iy ’amaliy ’alâ sabîl al-qath’i au al-dhann).” Di samping itu, seorang profesor filsafat hukum Islam ini secara mengagetkan menyebut bahwa “argumentasi hukum, filsafat hukum dan sumber hukum ilahi merupakan sinonim, suatu istilah dengan makna yang tunggal (wa adillah al-ahkâm, wa ushûl al-ahkâm, wa al-mashâdir al-tasyri’iyyah li ahkâm, alfadh mutarâdhifah ma’nâhâ wâhid) (1978: 20).

Ternyata, penulis juga menemukan hal yang sama pada modul mata kuliah ushûl al-fiqh yang disusun oleh Jasim ibn Muhammad ibn Muhalhil al-Yâsîn, yang bertajuk al-Jadwal al-Jâmi’ah fî al-‘Ulûm al-Nâfi’ah (1999: 50-55), di Universitas al-Azhar Kairo, Mesir. Riset mutakhir yang dilakukan oleh Monique C. Cardinal tentang kurikulum teori hukum Islam di Universitas al-Zaytuna, Universitas al-Qarawiyyin, Universitas al-Azhar, Universitas Damascus, dan Universitas Jordan menurut perspektif komparatif dengan judul “Islamic Legal Theory Curriculum: Are the Classics Taught Today?” (2005: 224-272) juga menemukan hasil yang sama.

Dalam konteks inilah, patut untuk mencoba mempertimbangkan isyarat teoritis yang diajukan oleh Satria Effendi. Bagi profesor syariah ini, harus dilakukan pemetaan yang jelas di antara konstruksi teoritis yang ada (2005: 77-176). Filsuf The Liang Gie melengkapi bahwa, upaya ini bertujuan untuk mengetahui “kedudukan proposisi ilmiah dan konsep dari entitas, pandangan-pandangan aneka ragam mengenai kedudukan epistemologi dari proposisi ilmiah dan mengenai kedudukan ontologis dari konsep ilmiah (the status of scientific propositions and concepts of entities, diverse view of the epistemological status of scientfic propositions and of the ontological status of scientific concepts)” (2000: 70). Profesor Jamal Barut, dalam kitabnya al-Ijtihad: al-Nash, al-Waqi’, al-Mashlahah, benar-benar menganggap penting upaya ilmiah ini (2000: 49-52).

 Posisi Teori Mashlahah

Menyambut baik upaya untuk memetakan pelbagai jenis konstruksi mashlahah, penulis mengajukan tiga posisi yaitu: pertama, sebagai sumber hukum (mashâdir al-ahkâm) sebagai landasan dalam mengajukan argumentasi hukum atau penetapan hukum; kedua, sebagai metode penetapan hukum yang berupa model-model penalaran hukum (tharîqah al-istinbath al-ahkâm); ketiga, sebagai tujuan hukum (maqâshid al-syari’ah).

Pertamamashlahah sebagai sumber hukum memiliki posisi yang sama dengan sumber-sumber tekstual yang lain (al-Qur’an dan al-Sunnah).  Hal ini dimungkinkan dari proposisi teoritis bahwa di mana ada kemaslahatan, di situlah syari’at menunjukkan jati dirinya (al-mashlahah, syariah). Implikasi yang mungkin terjadi adalah, ketika terjadi kontradiksi di antara nash-nash itu sendiri (mukhtalifah muta’aridhah), maka untuk menghindari manipulasi (al-tala’ub bi al-nash), yang lebih diutamakan adalah mashlahah sebagai sumber utama, bukan al-Qur’an maupun al-Sunnah dalam kedudukannya sebagai teks.

Keduamashlahah sebagai metode penetapan hukum, lebih dikenal dengan istilah istishlah atau mashlahah mursalah. Penalaran seperti ini merupakan pengembangan dari konsep analogi hukum atau ratio legis (qiyas). Jika pengembangan ratio legis yang tidak terlalu mementingkan unsur keterikatan yang ketat dengan nash, tetapi lebih kepada analogi demi kebaikan atau pemilihan terhadap hal yang lebih disukai (al-qiyas al-mustahsan), prinsip ini dikenal dengan nama preferensi (istihsan). Beberapa ulama ada yang setuju menggunakannya, ada pula yang menolak dengan alasan kehati-hatian, sebab ketidakterikatannya dengan nash. Kendati demikian, ratio legis yang sama sekali terlepas dari aplikasi tekstual secara ketat, akan menyandarkan diri lebih kepada sifat kesesuaian terhadap maqâshid al-syari’ah. Tentu saja, hal ini bisa digunakan sebagai metode penetapan hukum alternatif, jika tidak ditemui hukumnya yang jelas dan pasti dalam nash.

Ketigamashlahah sebagai tujuan hukum, lebih dikenal dengan istilah maqâshid al-syari’ah atau mashâlih al-khams. Makna ini memberikan pengertian bahwa, setiap hukum harus berlandaskan kepada tujuan yang memberikan kemaslahatan kepada hambanya di dunia dan akhirat (li al-mashâlih al-ibad, dunyahum wa ukhrahum), yaitu melindungi lima hal pokok, antara lain melindungi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta (al-muhafadhah ’ala al-din, wa al-muhafadhah ’ala al-nafs, wa al-muhafadhah ’ala al-’aql, wa al-muhafadhah ’ala al-nasl, wa al-muhafadhah ’ala al-mal). Dengan demikian, teori ini erat kaitannya dengan postulat di mana ada syariat (nash), di situlah ada kemaslahatan (al-syari’ah, mashlahah).

Demikianlah beberapa uraian singkat tentang peta teori mashlahah, semoga dapat menjadi rujukan bagi mereka para ulama’ (mujtahid), yang seringkali menggunakan mashlahah sebagai argumentasi namun kurang relevan. Persoalan itu terjadi baik karena mencampur-adukan pelbagai posisinya satu sama lain, atau kurang tepat dalam mengambil teori tertentu dan mengaplikasikannya secara praktis.

Wa Allahu a’lam bi al-shawwab!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pacaran Itu Dosa • Aulia Izzatunnisa

Bismillaah, Ingatlah sahabat fillah, Pacaran itu perbuatan yang dimurkai oleh Allah!!!, Pacaran itu jalan menuju perzinahan, Pacaran itu maksiat, Pacaran itu mengambil hak yang belum tentu miliknya!, Dan..., Pacaran itu hanya menjaga jodoh orang! Karna pacar itu belum tentu menjadi jodoh kita?!, Karna Allah belum tentu menjodohkannya kepada diri kita? Lantas apa gunanya menjaga milik orang?! Percuma saja kan? Seseorang...,yang belum berhak menjadi milik kita?!! Tapi kemana-mana, Selalu berduaan! Itu hanya mubazzir waktu saja! Betulkan sobat!!! Bukannya dapat pahala?!, Tapi justru cuma nambahin dosa!?? Sahabat..., Jangan biarkan malaikat sebelah kirimu terus bekerja mencatat setiap amal burukmu!, Sementara malaikat sebelah kananmu hanya diam tak bekerja! Ketahuilah, pacaran itu ibaratnya sebuah taruhan..., Jadinya belum pasti,tapi dosanya pasti sudah jadi!, Tanpa kau pertanyakan lagi!, Dan setiap detiknya,dosamu akan terus dicatat!!! Terlebih lagi jika sering berdua-duaan, Tanpa ikata...

Keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq Dalam Islam

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling mulia, bahkan dikatakan ia adalah manusia termulia setelah para nabi dan rasul. Keutamannya adalah sesuatu yang melegenda, hal itu diketahui oleh kalangan awam sekalipun. Membaca kisah perjalanan hidupnya seakan-akan kita merasa hidup di dunia hayal, apa benar ada orang seperti ini pernah menginjakkan kaki di bumi? Apalagi di zaman kita saat ini, memang manusia teladan sudah sulit terlestari. Namun seiring pergantian masa dan perjalanan hidup manusia, ada segelintir orang atau kelompok yang mulai mencoba mengkritik perjalanan hidup Abu Bakar ash-Shiddiq setelah Allah dan Rasul-Nya memuji pribadinya. Allah meridhainya dan menjanjikan surga untuknya, radhiallahu ‘anhu. وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِ...

Tinggalkan Bid'ah Dan Islam Tradisi Nusantara

NGAPAIN SIH NGERIBUTIN BID'AH...? . Celetukan yang selalu dilontarkan banyak orang yang belum memahami hakikat bid’ah dan bahayanya. . Padahal setiap hari kita membaca al Fatihah: “Ghairil maghdluubi ‘alaihim waladlaalliin”. Bukan jalannya orang-orang yang dibenci, bukan jalan orang yang sesat. Yang sesat adalah Nasrani, karena mereka suka beramal tanpa dasar ilmu…alias suka berbuat bid’ah dalam agama mereka. . Dalam Riwayat Muslim, acapkali Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam khutbahnya selalu bersabda : . “Sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah. Sebaik-baik petunjuk Rasulullah, seburuk-buruk perkara adalah yang dibuat-buat (Muhdats), dan setiap Muhdats adalah bid’ah.” . Jadi siapa yang pertama kali meributkan bid’ah?? Jawabannya, “Ya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. . Kenapa harus diributkan? Karena bid’ah merusak kesempurnaan Islam. . Tanyakan kepada pelaku bid’ah: Apakah Islam baru sempurna dengan perbuatan bid’ah Anda? Ataukah sudah sempurna tanpa perbuatan bid’...

Batas Waktu Memotong Bulu & Kuku

"Kami diberi batas waktu untuk mencukur kumis, memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, tidak dibiarkan lebih dari empatpuluh hari." Abu Isa berkata; Hadits ini lebih shahih dari hadits pertama. Shadaqah bin Musa menurut mereka bukan seorang yang hafidz. (HR. Tirmidzi: 2683)

Perbedaan Mukmin & Munafik

🍃Bismillahirrahmaanirrahiim🍃 _________________________ ORANG MUKMIN sangat berbeda dengan orang MUNAFIK dalam bersikap. . . 💦Orang MUKMIN HANYA TA'AT pada ALLAH dan RASUL-NYA, ta'at pd yg lain jika memang sesuai dlm rangka ta'at kpd Allah dan Rasul-Nya. . . 💦Orang MUKMIN tentu akan MENDAHULUKAN PERKATAAN ALLAH dam RASUL-NYA daripada perkataan orang2/ lainnya. . . 💦Orang MUKMIN akan TIDAK MAU MEMPERCAYAI (aplg MENGKHABARKN) hanya dari sekedar melihat/mendengar SEBELUM dia YAKIN akan KEBENARANNYA, krn segala pendengaran, penglihatan dan hati akn diminta tanggung jawabnya oleh Allah Yang Maha Menyaksikan. . . 💦Orang MUKMIN HANYA PEDULI PANDANGAN ALLAH, dia tdk peduli siapa yg menyanjung (memuji) dan yg mencelanya...baginya hanya Allah lah patokannya. . . 💦Orang MUKMIN HANYA MENCINTAI ALLAH dan mencintai apa/siapa yg dicintai-Nya. Orang MUKMIN HANYA TAKUT KPD KETIDAKREDHAAN ALLAH saja. . . &...

Bermain Bersama Istri Itu Sunnah

Bermain Bersama Istri Itu Sunnah Membangun kemesraan dalam rumah tangga sangat dianjurkan dalam islam. Salah satunya adalah ‘bermain’ dengan istri. Hampir semua permainan, tidak mengandung dzikrullah, dan tidak dianjurkan dalam dalam islam. Kecuali beberapa permainan, salah satunya bermain dengan istri. . Aisyah menceritakan, . Aku pernah ikut safar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu aku masih muda, badannya belum gemuk dan bellum berlemak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh rombongan safar, “Silahkan kalian jalan duluan.” . Merekapun jalan duluan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajakku, . "Mari kita lomba lari. " . Akupun lomba lari dengan beliau dan aku bisa mengalahkan beliau. . Hingga setelah aku mulai gemuk, berlemak dan sudah lupa dengan perlombaan yang dulu, aku pergi bersama beliau untuk melakukan safar. Beliau meminta kepada rombongan, “Silahkan kalian jala...

JANGAN TERPEDAYA DENGAN GEMERLAP DUNIA

Bismillah JANGAN TERPEDAYA DENGAN GEMERLAP DUNIA.. !! رَغِيْفُ خُبْزٍ يَابِسٍ = تَأْكُلُهُ فِي زَاوِيَةْ “Sepotong roti kering yang engkau makan di pojokan….” وَكُوْزُ ماءٍ باردٍ = تَشْرَبُهُ مِنْ صَافِيَةْ “Dan secangkir air dingin yang kau minum dari mata air yang jernih….” وَغُرْفَةٌ ضَيِّقَةٌ = نَفْسُك...

Beda Agama Dengan Ortu, Benarkah Agama Adalah Warisan?

I ngat ga kalau beberapa waktu lalu ada seorang anak yang mem-viralkan puisi soal "agama warisan"? Katanya, agama itu adalah warisan, bahwa seseorang memeluk agama berdasarkan agama orang tuanya terdahulu, tapi rasa-rasanya puisinya tersebut terbantahkan dengan bahasan kali ini, sebab ada yang orang tuanya kafir tetapi anaknya muslim, begitupun sebaliknya Lalu, haruskan kita tetap berbakti kepada orang tua terutama Ibu jika keduanya adalah non muslim? Adakah perbedaan cara untuk berbakti pada keduanya? Nah dear... Dalam Islam, kita harus tetap berbakti pada kedua orang tua meskipun berbeda keyakinan Para Ulama mengambil dalil tentang wajibnya berbakti dan bersilaturahmi kepada kedua orang tua meskipun keduanya masih kafir Tapi kafir yang dimaksud pada permasalahan ini bukan kafir harbi yaitu kafir yang menentang dan memerangi Islam Jika orang tuanya tidak kafir harbi, tidak menyerang kaum muslimin, maka hendaklah bergaul dengan mereka dengan baik dan bersilaturahmi kepada ked...

3 Jenis Ziarah Kubur Yang Harus Anda Tahu

ZIARAH KUBUR ITU ADA 3 MACAM 1. Ziarah Syar’iyyah . Yakni ziarah kubur yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat yakni untuk dua hal; mengingat kematian dan mendoakan si mayyit, jenis ziarah yang pertama ini diperintahkan dan bagian dari ibadah yang disyari’atkan. . Syaikhul Islam Ibn Taymiyah: . (فَالزيارة الشَّرْعِيَّةُ الْمَقْصُودُ بِهَا السَّلَامُ عَلَى الْمَيِّتِ وَالدُّعَاءُ لَهُ . Yang dimaksud ziarah syar’iyyah adalah mengucapkan salam kepada mayyit (ahli kubur) dan mendoakannya. . Rasulullah ﷺ bersabda : . إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الْآخِرَةَ . Sesungguhnya Dahulu Aku pernah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah kalian ke kubur karena itu akan mengingatkan kamu terhadap hari akhirat. (HR. Muslim no.977dan Ahmad: 1173 ) . 2. Ziarah Bid’iyyah . Yakni ziarah yang tidak sesuai tuntunan syariat, melenceng dari aturan nabi, seperti shalat di kuburan, bersholawatan di kuburan, dzikir di kubur...

Malaikat Jibril Ikut Dalam Majelis Rasulullah

Umar Bin Khattab menceritakan, . “Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang pakaiannya sangat putih, rambutnya sangat hitam, pada dirinya tidak ada bekas-bekas datang dari perjalanan, namun tidak ada satu pun di antara kami yang mengenalnya. . Kemudian, dia duduk di dekat Nabi.  Dia menempelkan lututnya ke lutut Nabi dan meletakkan telapak tangannya di atas paha Nabi. . Kemudian, dia bertanya, ‘Wahai Muhammad, sampaikan kepadaku, apa itu islam? Nabi menjawab, “Islam adalah engkau bersyahadat bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan, dan melaksanakan haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana. . "Orang ini berkata, ‘Engkau benar.’” Umar pun mengatakan, “Kami terheran; dia bertanya lalu dibenarkannya sendiri. . Orang tersebut bertanya, ‘S...