Langsung ke konten utama

Penghalang Dan Cobaan Dalam Menuntut Ilmu


• Nasehat Islam 

Ilmu adalah simbol kemajuan suatu bangsa dan cahaya yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan lainnya. Di antara kemuliaan orang yang berilmu adalah Allah akan mengangkat derajatnya di tengah-tengah umat manusia sesuai amalannya dan perbuatan baiknya terhadap manusia. Allah SWT akan mengangkat derajat mereka di surga sesuai dengan ilmu yang diamalkannya (Q.s. al-Mujadilah [58]: 11). Ilmu akan tetap kekal terhadap pemiliknya sekalipun ia telah meninggal dunia. Ilmu juga akan memudahkan pemiliknya menuju surga. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.

Artinya: “Apabila manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga; yaitu: sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat (diamalkan), dan anak shaleh yang mendo’akannya.” (HR. Muslim).

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ.

Artinya: “Barangsiapa yang menempuh jalan karena untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).

Namun, sudah menjadi hal yang lumrah bahwa suatu perbuatan yang mulia, apalagi yang dapat mengantarkan seseorang masuk surga—dalam hal ini menuntut ilmu—memiliki banyak penghalang. Berikut ini adalah 10 penghalang dalam menuntut ilmu.

Niat yang Rusak (فَسَادُالنِّيَّةِ)

Niat adalah dasar dan rukun amal. Dalam Islam, faktor niat sangat penting. Apa saja yang dilakukan oleh seorang Muslim haruslah berdasarkan niat karena mencari ridha Allah, bukan berdasarkan sesuatu yang lain. Begitu pula dengan kita sebagai penuntut ilmu, apabila niat kita dalam menuntut ilmu karena mencari ridha Allah, maka ilmu itu akan mudah kita dapatkan dan bermanfaat bagi kita dan orang lain. Apabila niat kita karena sesuatu yang lain, maka kita tidak mendapatkan apa-apa kecuali mendapatkan apa yang kita inginkan atau niatkan tersebut. Rasulullah Saw bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّ لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.

Artinya: “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu bergantung kepada niat. Dan sesungguhnya setiap orang memperoleh sesuatu sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrah pada jalan Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu ialah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena ingin memperoleh keduniaan, atau untuk menikahi seorang wanita, maka hijrahnya ialah ke arah yang ditujunya itu.”

Hadits tersebut di atas sangat populer di kalangan umat Islam. Hampir seluruh ulama hadits meriwayatkan hadits tersebut, derajatnya mencapai tingkatan mutawatir, yaitu sebuah hadits yang memiliki tingkat keotentikan tertinggi. Hadits tersebut diriwayatkan antara lain oleh, Imam al-Bukhary dalam Shahih-nya (vol. I, hadits no. 1); Imam Muslim dalam Shahih-nya (vol. III, hadits no. 1907); al-Nasai (Sunan al-Nasai, vol. I, hadits no. 75); Abu Dawud (Sunan Abu Dawud, vol. II, hadits no. 2201); Ibnu Majah (Sunan Ibnu Majah, vol. II, hadits no. 4227) dan lain-lain.

Cinta Ketenaran dan Selalu Ingin yang Terdepan (حُبُّ الشُّهْرَةِ وَحُبُ التَّصْدِر)

Ingin dikenal oleh orang lain dan ingin tampil yang terbaik kemudian kita menjadi bangga hati adalah salah satu bentuk riya’. Rasulullah mengibaratkan bahwa riya’ itu seperti semut hitam, yang berjalan di batu hitam pada malam yang gelap sehingga tidak kelihatan. Demikianlah perumpamaan riya’. Allah SWT juga akan menyiarkan aib orang yang suka menyiarkan amalannya dan membuka riya’ seseorang pada hari kiamat. Hal ini terdapat dalam sabda Rasulullah Saw:

مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ.

Artinya: “Barangsiapa yang memperdengarkan (menyiarkan) amalannya, maka Allah akan memperdengarkan (menyiarkan) pula aibnya. Dan barangsiapa yang beramal karena riya’, maka Allah akan membuka riya’nya (di hadapan manusia pada hari kiamat).”

Hadits tersebut tergolong muttafaq ‘alaih, yaitu hadits yang disepakati oleh Imam al-Bukhary (Shahih al-Bukhary, vol. VIII, hadits no. 6499) dan Imam Muslim (Shahih Muslim, vol. IV, hadits no. 2986).

Rasulullah juga menjelaskan mengenai orang yang suka berbuat sombong (unjuk diri) terhadap orang lain dan menarik perhatian manusia,

مَنْ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ، وَيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ، وَيَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ جَهَنَّمَ.

Artinya: “Barangsiapa yang mencari ilmu karena untuk menyombongkan diri kepada para ulama, atau mendebat orang-orang yang bodoh, atau untuk memalingkan wajah manusia (menarik perhatiannya agar mereka memandang baik kepadanya), maka Allah akan memasukkannya keneraka Jahannam.”

Hadits tersebut diriwayatkan antara lain oleh, Ibnu Majah (Sunan Ibnu Majah, vol. I, hadits no. 260); al-Hakim (al-Mustadrak, vol. I, dalam Kitab al-‘Ilm, hal: 86), keduanya menilai hadits ini sahih.

Enggan Menghadiri Majelis Ilmu (اَلتَّفْرِيْطُ فِي حَلَقَاتِ الْعِلْمِ)

Mengabaikan dan enggan menghadiri majlis ilmu banyak kita saksikan pada era sekarang ini, terlebih anak muda zaman sekarang. Mereka lebih suka menghadiri tempat-tempat yang berbau negatif, yang membuat mereka senang dan nyaman, daripada menghadiri majelis-majelis ilmu. Sebenarnya, yang lebih bermanfaat bagi mereka adalah menghadiri majelis ilmu, di mana ilmu mereka akan bertambah dan diri mereka akan selalu terkontrol dan senantiasa dalam kebaikan. Padahal, Rasulullah saw menggambarkan bahwa orang yang berilmu ibarat lembah yang dapat menampung air yang bermanfaat bagi alam sekitarnya,

عَنْ أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ.

Artinya: Dari Abu Musa, dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus Aku untuk mengembannya adalah seperti hujan yang menimpa tanah, sebagian di antaranya ada yang baik (subur) yang mampu menampung air dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak, di antaranya lagi ada sebagian tanah yang keras, yang mampu menampung air sehingga manusia bisa mengambil air darinya untuk keperluan minum, menyirami taanaman, dan untuk irigasi. Dan di antaranya pula ada yang tidak mampu menampung air dan tidak mampu menumbuhkan pepohonan dan rerumputan. Seperti itulah perumpamaan orang yang diberi pemahaman agama yang Aku diutus untuk mengembannya: di antara mereka ada yang mampu mendalaminya, lalu mengajarkannya kepada orang lain, dan ada juga yang di antaranya yang sama sekali tidak mau menerima petunjuk.”

Hadits panjang tersebut juga tergolong ke dalam hadits muttafaq ‘alaih. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhary dalam Shahih-nya (vol. I, hadits no. 79) dan Imam Muslim juga dalam Shahih-nya(vol. IV, hadits no. 2282).

Beralasan dengan Banyak Kesibukan (اَلتَّذُّعُ بِكَثْرَةِالْإشْتِغَالِ)

Seringkali kita mendengarkan banyaknya alasan yang dikeluhkan para penuntut ilmu dengan banyaknya kesibukan yang sedang dialaminya. Padahal, sebenarnya mereka tidak sibuk, akan tetapi penyakit malaslah yang menghinggapi diri mereka, sehingga mereka menjadikan malas sebagai kesibukannya. Coba kita renungkan, berapa jamkah Allah SWT memberikan waktu kepada kita untuk bekerja, istirahat, dan berapa jamkah sisa dari itu semua? Apakah kita masih memberikan alasan kesibukan lagi dengan adanya sisa waktu dari jam kerja dan jam istirahat? Untuk itu, marilah kita selalu memanfaatkan waktu yang ada, terutama untuk menuntut ilmu. 

Enggan Belajar Pada Masa Kecil (اَلتَّفْرِيْطُ فِيِ طَلْبِالْعِلْمِ فِي الصِّغَرِ)

Banyak kita lihat anak-anak kecil pada era modern ini, mereka lebih suka bermain-main daripada belajar. Entah itu bermain game Playstation, ke warnet, dan lain-lain. Bermain boleh-boleh saja, akan tetapi itu hanya sekedar untuk menghilangkan rasa jenuh saja, bukan menjadi tradisi dan kebiasaan lagi bagi si anak. Dalam hal ini, orang tua sangat berperan sekali untuk membimbing dan mengawasi anak-anaknya dalam belajar, bukan membimbing dan mengawasi dalam hal bermain-main. Nah, dengan adanya pengawasan seperti ini agar supaya orang tua mengetahui apa yang dikerjakan oleh si anak, dan agar si anak fokus dalam belajarnya.

Tidak Memberikan Perhatian Ketika Menuntut Ilmu  (اَلْعُزُوْفُ عَنْ طَلْبِ الْعِلْمِ)

Dewasa ini, kita melihat fenomena-fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan. Kita lihat ketika di kelas, dosen atau guru yang sedang menerangkan mata pelajaran dengan penuh semangat, ternyata murid-murid tidak mengimbanginya dengan penuh semangat pula. Banyak murid yang bercanda, bermain-main, tidur, bahkan SMS-an di kelas. Waktu yang seharusnya mereka gunakan untuk memberikan perhatian menuntut ilmu, mereka gunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Hasil akhirnya pun jauh dari harapan para dosen dan para orang tua wali murid.

Menilai Baik Diri Sendiri  (تَزْكِيَةُالنَّفْسِ)

Maksudnya, merasa bangga apabila dipuji dan merasa senang apabila mendengar orang lain memujinya. Padahal, ini yang seharusnya dihindari oleh para penuntut ilmu, agar dia tidak menjadi orang yang sombong. Allah SWT berfirman :

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى.

Artinya: ”Maka janganlah kamu merasa dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (Q.s. An-Najm [53]: 32).

Rasulullah Saw juga bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَتَمَثَّلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.

Artinya: “Siapa yang suka orang-orang menyambut kedatangannya dengan berdiri (minta pujian), maka hendaklah ia menempati tempat duduknya dari api neraka.”

Hadits tersebut diriwayatkan antara lain oleh, Abu Dawud (Sunan Abu Dawud, vol. IV, hadits no. 5229); dan Ahmad bin Hanbal (Musnad Ahmad, vol. XXVIII, hadits no. 16830), menurut kedua ulama tersebut hadits ini berstatus shahih.

Tidak Mengamalkan Ilmu yang Dipelajari(عَدَمُ الْعَمَلِ بِاالْعِلْمِ)

Tidak mengamalkan ilmu merupakan salah satu sebab hilangnya keberkahan ilmu. Berhubungan dengan masalah ini, Allah SWT akan melaknat orang yang menyembunyikan ilmu dan tidak mengamalkannya kepada orang lain. Allah SWT berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ.

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (al-Qur’an), mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat.” (Q.s. al-Baqarah [2]: 159).

Rasulullah Saw juga bersabda:

مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ, أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ.

Artinya: “Barangsiapa yang ditanya tentang ilmu (agama), lalu ia menyembunyikannya (tidak menjawabnya), maka akan dikendalikan (mulutnya) di hari Kiamat dengan kendali dari api neraka.”

Hadits tersebut diriwayatkan antara lain oleh, al-Tirmidzy (Sunan al-Tirmidzy, vol. V, hadits no. 2649), beliau mengatakan hadits ini hasan, sedangkan al-Albany menilai sahih; Ibnu Majah (Sunan Ibnu Majah, vol. I, hadits no. 264 dan 266), hadits yang pertama (no. 264) dari Sunan Ibnu majah dinilai dlaif karena salah satu perawinya yang bernama Yusuf bin Ibrahim adalah orang yang lemah. Sedangkan hadits yang kedua (no. 266) tidak ada masalah; Ahmad bin Hanbal (Musnad Ahmad, vol. XIII, hadits no. 7571, 7946, 8049; vol. XIV, hadits no. 8533, 8638; vol. XVI, hadits no. 10420) Imam Ahmad mengatakan seluruh sanadnya shahih.

Putus Asa dan Pesimis dalam Menuntut Ilmu (أَلْيَاِسُ وَاحْتِفَار الزَّاةِ)

Semua manusia diciptakan dalam keadaan yang sama, yakni tidak mengetahui sesuatu pun. Rasulullah pun di kala menerima wahyu yang pertama tidak sanggup untuk mengatakannya, karena beliau belum mengetahuinya. Oleh sebab itu, kita sebagai para penuntut ilmu jangan pernah merasa pesimis (rendah diri) di kala menuntut ilmu, dengan lemahnya kemampuan yang kita miliki, seperti; lemahnya kemampuan dalam memahami mata pelajaran, menghapal, dan cepat lupa. Allah SWT berfirman, agar kita tidak mudah putus asa dalam mencari rahmat-Nya:

…وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ.

Artinya: “…Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir. ” (Q.s. Yusuf [12]: 87).

Terbiasa Mengulur-ulur Waktu (التَّسْوِيْفُ)

Pepatah Arab mengatakan, waktu itu ibarat pedang. Jika tidak kita penggal, maka ganti pedang itu yang akan memenggal kita. Sebab, waktu bekerja dalam usia kita. Artinya, kita harus menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya untuk menuntut ilmu, beramal shaleh, dan lain sebagainya,  agar waktu yang terus berjalan ini tidak kita sia-siakan. Allah SWT berfirman:

وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.

Artinya: “Demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.” (Q.s. al-‘Ashr [103]: 1-3).

Mengenai pentingnya waktu, Rasulullah Saw juga bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ : أَخَذَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ ، وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ.

Artinya: Dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a, ia berkata: “Rasulullah Saw pernah memegang pundakku, lalu berkata: ‘Jadilah engkau di dunia seolah orang asing atau musafir.’” Ibnu ‘Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu datangnya pagi hari. Jika engkau berada di pagi hari, maka janganlah menunggu datangnya waktu sore hari. Pergunakanlah masa sehatmu dengan sebaik-baiknya sebelum datang masa sakitmu dan pergunakanlah masa hidupmu sebelum kematianmu.”

Hadits tersebut diriwayatkan antara lain oleh, Imam al-Bukhary (Sahih al-Bukhary, vol. VIII, hadits no. 6416); al-Tirmidzy (Sunan al-Tirmidzy, vol. IV, hadits no. 2333); Ibnu Majah (Sunan Ibnu Majah, vol. II, hadits no. 4114); Ibnu Hibban (Shahih Ibnu Hibban, vol. II, hadits no. 698); Ahmad bin Hanbal (Musnad Ahmad, vol. VIII, hadits no. 4764).

Demikianlah beberapa macam penghalang dalam menuntut ilmu. Bagi setiap penuntut ilmu wajib untuk menghindarinya, agar setiap ilmu yang dicari mudah untuk didapatkan, mendalam dan bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa Ketika Ada Petir

Muslimah Cantik Indonesia, Di musim penghujan seperti ini geledek, petir dan halilintar seringkali muncul tak terduga. Seperti datangnya hujan yang tak terkira. Sebagian orang mengatakan bahwa hujan adalah petanda turunnya rahmat. Karena air itu sendiri merupakan unsur terpenting dalam kehidupan. Akan tetapi jikalau volume air diluar kemampuan daya tampung maka tak ayal lagi air hujan berubah menjadi suatu hal yang menghawatirkan. . Kekhawatiran itu tidak hanya karena air hujan, tetapi juga dampak yang setelahnya. Masuk angin, badan meriang, banjir dan lain sebagainya. Akan tetapi kekhawatiran itu masih bersifat praduga adanya. Berbeda dengan kekhawatiran yang timbul akibat datanya geledek ataupun petir yang diawali dengan secercah cahaya menyilaukan. Biasanya orang-orang lantas berkomat-kamit menyebut dan berdoa. Adapun doa yang sesuai dengan kondisi ini adalah: . اَلًلهُمَ لا تقتلنا بغضبك ولا تهلكنا بعذابك وعافنا قبل ذلك . Allahumma la taqtulna bighadhabika wala tuhlikna bi’adzabika ...

Jangan Menghina Pemimpin, Walau Dia Buruk • Aulia Izzatunisa

#Jangan Menghina Pemimpin MU !!! Tahu kah anda bahwa pemimpin itu cerminan dari Rakyatnya.. Allah ﷻ berfirman yang artinya; “Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” [QS. Al An’am : 129] Apabila rakyat menginginkan terbebas dari kezholiman seorang pemimpin, maka hendaklah mereka meninggalkan kezholiman. (Syarh Aqidah Ath Thohawiyah, hal. 381, Darul ‘Aqidah). Rasulullah ﷺ telah berpesan kepada kita umat akhir zaman; “Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak)”. [HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih]. Beliau ﷺ  juga bersabda, “Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen...

Kisah Nabi Yunus ‘Alaihissalam

Kisah Nabi Yunus ‘Alaihissalam Di daerah Mosul, Irak, terdapat sebuah kampung bernama Ninawa yang penduduknya berpaling dari jalan Allah yang lurus dan malah menyembah patung dan berhala. Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin memberikan petunjuk kepada mereka dan mengembalikan mereka ke jalan yang lurus, maka Dia mengutus Nabi Yunus ‘alaihissalam untuk mengajak mereka beriman dan meninggalkan sesembahan selain Allah ‘Azza wa Jalla. Akan tetapi mereka menolak beriman kepada Allah dan tetap memilih menyembah patung dan berhala. Mereka lebih memilih kekafiran dan kesesatan daripada keimanan dan petunjuk, mereka mendustakan Nabi Yunus ‘alaihissalam, mengolok-olok dan menghinanya. Maka Nabi Yunus pun marah kepada kaumnya dan tidak berharap lagi terhadap keimanan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mewahyukan kepada Yunus untuk memberitahukan kaumnya, bahwa Allah akan mengadzab mereka karena sikap mereka itu setelah berlalu tiga hari. Lalu Nabi Yunus menyampaikan perihal adzab itu kepada kaumnya...

Akhirat

Apakah akhirat itu benar-benar akhir kehidupan? Dan tidak ada lagi kematian setelah itu? . Setiap manusia akan menghadapi lima tahapan kehidupan yaitu mulai dari [1] sesuatu yang tidak ada, kemudian [2] berada dalam kandungan, kemudian [3] berada di alam dunia, kemudian [4] memasuki alam barzakh (alam kubur) dan terakhir [5] memasuki kehidupan akhirat. Dan hari akhir inilah tahapan akhir kehidupan manusia. (Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, Ibnu Utsaimin, 352) . Benarkah tidak ada kematian di akhirat? Ya, Kita kekal di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Subhanahuwata'ala : “Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama ada l...

Doa Paling Utama Dan Afdhol

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Do'a yang paling utama adalah do'a pada hari Arafah, dan do'a paling afdlal yang pernah aku dan para nabi sebelumku adalah: "LAA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIIKA LAHU' (Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya) ." (HR. Malik) IG : @islam_nasehat Blog : www.islam-nasehat.tk

Hadits Ahmad No. 10918

"Kalian mengira bahwa hubungan kekerabatanku tidak bisa memberi manfaat untuk kaumku, demi Allah sesungguhnya hubungan kekerabatanku akan tetap bersambung di dunia dan di akhirat. Maka pada hari kiamat kelak didatangkan kepadaku suatu kaum yang diperintahkan untuk bergabung bersama dzatal yasar (golongan kiri yang akan masuk ke dalam neraka, pent) lalu seorang laki-laki berkata; '"Wahai Muhammad, saya fulan bin fulan, ' dan yang lain berkata; 'Wahai Muhammad saya adalah fulan bin fulan, ' maka aku katakan; 'Adapun masalah nasab aku telah mengetahuinya, akan tetapi kalian telah melakukan sesuatu yang baru dan murtad kembali kepada kekafiran sepeninggalku.'" (HR. Ahmad: 10918)

Kisah Nabi Syu’aib ‘Alaihissalam

Kisah Nabi Syu’aib ‘Alaihissalam Nabi Syu’aib ‘alaihissalam tinggal di kota Madyan yang letaknya di Yordania sekarang. Ketika itu, masyarakatnya kafir kepada Allah dan melakukan berbagai kemaksiatan, seperti membajak dan merampas harta manusia yang melintasi mereka. Mereka juga menyembah pohon lebat yang disebut Aikah. Mereka bermuamalah buruk dengan manusia, menipu dalam melakukan jual beli dan mengurangi takaran dan timbangan. Maka Allah mengutus kepada mereka seorang rasul dari kalangan mereka bernama Nabi Syu’aib ‘alaihissalam. Beliau mengajak mereka beribadah kepada Allah dan tidak berbuat syirik, melarang mereka mengurangi takaran dan timbangan serta melarang melakukan pembajakan, dan melarang berbuat buruk lainnya. Nabi Syu’ab ‘alaihissalam berkata kepada mereka, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganl...

Hak Suami Atas Istri

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Seorang wanita tidak boleh berpuasa ketika suaminya ada (di rumah) tanpa seizinnya, kecuali puasa ramadlan. (HR. Ibnu Majah)

JANGAN TERPEDAYA DENGAN GEMERLAP DUNIA

Bismillah JANGAN TERPEDAYA DENGAN GEMERLAP DUNIA.. !! رَغِيْفُ خُبْزٍ يَابِسٍ = تَأْكُلُهُ فِي زَاوِيَةْ “Sepotong roti kering yang engkau makan di pojokan….” وَكُوْزُ ماءٍ باردٍ = تَشْرَبُهُ مِنْ صَافِيَةْ “Dan secangkir air dingin yang kau minum dari mata air yang jernih….” وَغُرْفَةٌ ضَيِّقَةٌ = نَفْسُك...

Makanan Jin

T elah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Yahya bin Sa'id berkata, telah mengabarkan kepadaku kakekku dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwa dia pernah membawakan sebuah kantung air terbuat dari kulit untuk wudlu' dan hajat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan dia mengikuti beliau dengan membawa kantung air tersebut, beliau bertanya: "Siapakah ini?". Ia menjawab; "Saya Abu Hurairah". Maka beliau berkata: "Carikanlah aku beberapa batu untuk aku gunakan sebagai alat bersuci dan jangan bawakan aku tulang dan kotoran hewan". Kemudian aku datang dengan membawa beberapa batu dengan menggunakan ujung bajuku dan meletakkannya di samping beliau. Kemudian aku pergi. Ketika beliau telah selesai, aku berjalan bersama beliau bertanya; "kenapa dengan tulang dan kotoran hewan?". Beliau menjawab: "Keduanya termasuk makanan jin. Dan sesungguhnya pernah datang kepadaku utusan jin da...