Langsung ke konten utama

Pesan Untuk Presiden: Jadilah Pemimpin Yang Dicintai Rakyat

Pesan Untuk Presiden: Jadilah Pemimpin Yang Dicintai Rakyat

• Nasehat Islam


Seorang pemimpin diibaratkan seperti nahkoda kapal yang harus siap-siaga dalam setiap pelayaran guna bertanggung jawab atas kesejahteraan dan keselamatan seisi kapal. Mulai dari lingkup kecil, sosok ayah sebagai tulang puggung rumah tangga adalah pemimpin bagi setiap anggota keluarganya. Sementara di lingkup yang lebih besar (masyarakat), sosok lurah, bupati, gubernur dan juga presiden atau pemimpin negara merupakan figur-figur yang harus bertanggung jawab atas kesejahteraan para rakyatnya.

Menjadi sosok pemimpin yang dicintai anggotanya (baca: rakyat) adalah mimpi dan harapan besar dari setiap pemimpin. Hal ini dapat dimengerti karena salah satu parameter sederahana yang dapat digunakan untuk mengukur seorang pemimpin itu sukses atau tidak adalah dengan melihat respon serta kecintaan masyarakat kepadanya. Bila respon masyarakat kepadanya baik, maka bisa dipastikan pemimpin itu telah sukses dalam mengayomi para anggotanya. Namun sebaliknya, bila respon masyarakat kepadanya buruk, maka besar kemungkinan bahwa ia telah gagal dalam melaksanakan amanah sebagai pemimpin rakyat.

Islam sebagai ‘pemimpin’ dan penyempurna bagi agama-agama sebelumnya, dalam sejarahnya telah mampu melahirkan sosok-sosok pemimpin yang dicintai rakyat. Contoh paling masyhur dan nyata adalah Nabi Muhammad saw, yang selain menjadi Rasul (utusan) juga menjadi pemimpin negara kala itu. Islam, melalui ‘tangan emas’ Rasulullah mampu mensejahterakan, bahkan mengayomi semua lapisan masyarakat, tanpa memandang ras, suku bahkan agama. Rasulullah tidak hanya dicintai kaum muslimin, tapi lebih dari itu orang-orang non-muslim juga merasa mendapatkan perlindungan serta pengayoman di bawah payung kepemimpinannya. Sosok pemimpin seperti inilah yang senantiasa dirindukan kehadirannya oleh umat. Sosok pemimpin yang bertanggung jawab, adil, jujur, tidak otoriter, berpihak kepada yang lemah dan merakyat.

Meskipun sekarang Rasulullah telah tiada, namun paling tidak spirit kepemimpinan beliau dapat terus terwariskan ke dalam setiap diri pemimpin yang benar-benar berusaha meneladaninya. Dalam tulisan ini, penulis mencoba memaparkan beberapa hadits tentang pemimpin dan kepemimpinan serta kriteria-kriteria pemimpin yang dicintai rakyat.

Menumbuhkan Kesadaran Kepemimpinan dalam Diri

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya: “Dari Abdullah (Ibn Umar) ra (berkata), Rasulullah saw bersabda: “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggung jawaban  perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggung jawab dan tugasnya (kepada anaknya). Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Ketahuilah, kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertang jawaban) dari hal yang dipimpinnya.”

Hadits yang dibawa Ibnu Umar ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya (vol. 3, no. 2554, no. 2409, no. 2558, vol. 4, no. 2751, vol. 7, no. 5188, no. 5200) dengan beberapa varian matan yang berbeda, namun dengan subtansi yang tetap sama. Selain itu, hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya (vol. 3, no. 1829), al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awsath (vol. 4, no. 3890), Malik dalam al-Muwatha’ (no. 991), Abu Dawud dalam Sunan-nya (vol. 3, no. 2930), al-Tirmidzi dalam Sunan-nya (vol. 4, no. 1705), al-Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (no. 4881, no. 6975), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya(vol. 10. No. 4489, no. 4490, no 4491) dan beberapa mukharrij lainnya dalam karya-karya mereka. Hadits ini tidak perlu diragukan lagi keotentikannya, karena diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang terkenal ketat dalam meriwayatkan hadits serta beberapa imam lainnya.

Satu pesan besar dari hadits ini adalah spirit tanggung jawab. Siapapun dia dan apapun profesinya, pada hakikatnya ia adalah pemimpin. Pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. Seorang suami akan ditanya tentang kepemimpinannya terhadap keluarga. Seorang istri akan ditanya tentang tugasnya dalam rumah tangga. Seorang penuntut ilmu akan ditanya tentang ilmu yang ia dapatkan. Seorang pemimpin negara juga akan ditanya tentang tanggung jawabnya terhadap rakyat yang dipimpinnya. Tanggung jawab dalam hal ini tidak semata-mata bermakna melaksanakan tugas saja, kemudian setelah itu tidak memberikan dampak apapun bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah lebih kepada upaya seorang pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pihak yang dipimpinnya.

Dengan menyadari bahwa setiap individu pada dasarnya adalah pemimpin (minimal bagi dirinya sendiri), niscaya akan tumbuh rasa tanggung jawab atas apa yang diamanahkan kepadanya.  Jika setiap orang telah tahu dan sadar bahwa apa yang ada padanya hanyalah titipan dan amanah, maka tentu ia akan berhati-hati dalam mengelola dan menggunakannya.

Pemimpin yang Jujur

عَنْ الْحَسَنِ قَالَ عَادَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ الْمُزنِيَّ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ قَالَ مَعْقِلٌ إِنِّي مُحَدِّثُكَ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ عَلِمْتُ أَنَّ لِي حَيَاةً مَا حَدَّثْتُكَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

Artinya: “Dari al-Hasan, ia berkata, ‘Ubaidullah ibn Ziyad mengunjungi Ma’qil ibn Yasar  yang sedang sakaratul maut. Kemudian Ma’qil berkata: aku akan memberitahumu sebuah hadis yang aku dengar langsung dari Rasulullah saw. Seandainya aku tahu kalau aku masih bisa hidup (setelah ini), maka aku tidak akan menceritkan ini kepadamu. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda: tiada seorang yang diamanati oleh allah memimpin rakyat  kemudian ketika ia mati ia masih menipu rakyatnya, melainkan pasti allah mengharamkan baginya surga.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya (vol. 9, no. 7150), Muslim dalam Shahih-nya (vol. , no. 142), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (vol. 10, no. 4495), al-Darimi dalam Sunan-nya (vol. 2, no. 2796), al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra (vol. 9, no. 18359) dan Syu’ab al-Iman (vol. 6, no. 6976), dan al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir (vol. 20, no. 474).

Hadits di atas merupakan ancaman besar bagi para pemimpin yang tidak jujur. Para pemimpin yang senantiasa menipu rakyat demi keuntungan pribadi dan juga kelompoknya. Mereka yang tanpa merasa salah berbuat tidak jujur kepada rakyat ini diancam oleh Allah dengan haramnya surga. Bentuk keharaman ini menurut al-Manawi ialah dengan cara menundanya masuk surga (Al-Manawi, Faid al-Qadir, vol. 5, hal. 623). Begitu besar ancaman yang diberikan Allah kepada para pemimpin yang suka menipu rakyat, mengindikasikan betapa pentingnya kejujuran harus selalu ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Jujur adalah salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang jujur adalah ia yang dapat mengemban amanah tanpa harus takut bila suatu ketika rakyat yang dipimpinnya menuntut sikap transparansi tentang apa yang telah ia lakukan. Lebih jauh lagi, rasa kejujuran yang dimiliki oleh seorang pemimpin juga harus mampu menjadi stimulus bagi para ‘bawahan’nya untuk turut melestarikan kejujuran di tengah roda pemerintahan. 

Mudahkan Urusan dan Jadi Pelayan Rakyat

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِمَاسَةَ قَالَ أَتَيْتُ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهَا عَنْ شَيْءٍ فَقَالَتْ أُخْبِرُكَ بِمَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي بَيْتِي هَذَا اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ

Artinya: “Dari Abdurrahman bin Syamamah, ia berkata: aku mendatangi Aisyah istri Rasulullah saw untuk bertanya tentang sesuatu hal. Ia lantas berkata: aku akan memberitahumu tentang suatu berita yang pernah aku dengar dari Rasulullah saw, bahwasanya ia pernah bersabda di rumahku ini: Ya Allah, siapa saja yang menguasai sesuatu dari urusan umatku, lalu mempersukar urusan mereka, maka persukarlah baginya. Dan siapa yang mengurusi umatku lalu berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah baginya.

Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya (vol. 3, no. 1828), Ibnu Hibban (vol. 2, no. 553), al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awsath (vol. 9, no. 9449), al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra (vol. 10, no. 20970), Abu ‘Awwanah dalam Musnad-nya (vol. 4, no. 7023), dan Ahmad dalam Musnad-nya (vol. 41, no. 24622).

Hadits ini menjelaskan tentang larangan bagi pemimpin yang suka mempersulit urusan rakyat (birokratis). Imam al-Nawawi dalam al-Minhaj memberikan sebuah penjelasan terkait hadits ini. Menurutnya, ada dua pesan yang terkandung dalam hadits dari Aisyah di atas. Dia mengatakan bahwa hadits tersebut di satu sisi menunjukan larangan keras mempersukar urusan rakyat dan di sisi yang lain memberikan sebuah petunjuk tentang pentingnya berlemah lembut pada rakyat (dengan cara mempermudah urusannya) (Al-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, vol. 12, hal. 212).

Sikap birokrat yang ditampilkan oleh para pemimpin kepada rakyatnya bisa jadi disebabkan oleh paradigma mereka yang masih menganggap bahwa pemimpin adalah penguasa. Paradigma seperti ini sesungguhnya adalah paradigma yang salah besar, karena pada hakikatnya seorang pemimpin sesungguhnya adalah pelayan bagi rakyatnya (Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, hal. 46). Pelayan dalam artian siap dan harus melayani hajat kebutuhan masyarakat umum tanpa terkecuali. Tidak membedakan dan memilah mana yang kaya dan mana yang miskin, mana yang termasuk kelompoknya dan mana yang bukan kelompoknya, mana yang masih saudara dan mana yang orang biasa. Petunjuk dari Rasulullah saw bahwa seorang pemimpin adalah pelayan yang harus melayani kebutuhan masyarakat terekam dalam sebuah hadits di bawah ini.

أَنَّ أَبَا مَرْيَمَ الأَزْدِىَّ أَخْبَرَهُ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى مُعَاوِيَةَ فَقَالَ مَا أَنْعَمَنَا بِكَ أَبَا فُلاَنٍ. وَهِىَ كَلِمَةٌ تَقُولُهَا الْعَرَبُ فَقُلْتُ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ أُخْبِرُكَ بِهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ مَنْ وَلاَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمُ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ .قَالَ فَجَعَلَ رَجُلاً عَلَى حَوَائِجِ النَّاسِ.

Artinya: “Bahwasanya Abu Maryam al-Azdi telah mengabarkan kepadanya, ia berkata: aku menemui Mu’awiyah, kemudian ia berkata: kenikmatan apakah yang diberikan kepada kami melaluimu wahai Abu Fulan? Hal itu merupakan perkataan yang biasa diucapkan orang-orang Arab, kemudian aku katakan sebuah hadits yang aku dengar, aku akan mengabarkan kepadamu, aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda: barangsiapa yang Allah ‘Azza wa Jalla serahkan kepadanya sebagian urusan orang Muslim kemudian ia menutup diri dari melayani kebutuhan mereka dan keperluan mereka, maka Allah akan menutup diri darinya dan tidak melayani kebutuhannya serta keperluannnya.” Abu Maryam berkata: kemudian Mu’awiyah menjadikan seseorang untuk mengurusi kebutuhan-kebutuhan manusia.”

Hadits ini terekam dalam Sunan Abi Dawud (vol. 3, 2950) karya Abu Dawud, al-Sunan al-Kubra (vol. 10, no. 20755) dan Syu’ab al-Iman (vol. 9, no. 7000) yang keduanya karya al-Baihaqi. Hadits ini shahih menurut penilaian Nashirudddin al-Albani seperti yang ia tertulis dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud (no. 2948)

Hadits di atas dengan sangat jelas menerangkan tugas pemimpin sebagai pelayan rakyat, sekaligus ancaman bagi mereka yang tidak mau mengabdikan diri pada masyarakat. Dari kesadaran paradigma baru bahwa seorang pemimpin adalah pelayan bagi rakyat, diharapkan sosok-sosok pemimpin yang diamanahi tanggung jawab besar untuk dapat mengayomi masyarakat bisa lebih responsif, sehingga ia mampu mengenali kebutuhan masyarakat dan melayani mereka dengan ikhlas dan sebaik-baiknya.

Harus Adil dan Tidak Otoriter

Krisis keadilan adalah salah satu krisis bangsa kita saat ini. Banyak sekali orang-orang yang mempunyai uang dapat memperoleh bahkan ‘membeli’ keadilan dengan mudah. Tidak hanya itu, mereka yang beruang juga berkesempatan jauh lebih besar untuk mendapatkan peluang-peluang administratif seperti menjadi pagawai dan sebagainya. Sebaliknya, bagi orang-orang orang yang tidak memiliki uang, keadilan dan peluang administratif buat mereka sangat mahal dan sulit (Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam…, hal. 40). Dari realita seperti itu, dapatlah kita definisikan secara sederhana bahwa pemimpin yang adil adalah pemimpin yang tidak membeda-bedakan rakyatnya. Ia tidak membedakan antara si kaya dan si miskin; semuanya mendapatkan haknya masing-masing secara proporsional. Bagi siapa saja pemimpin yang bersikap adil, Allah SWT menjanjikan baginya pahala yang begitu besar, yaitu akan dinaunginya ia oleh Allah SWT pada hari Kiamat. Sebagaimana tertuang dalam hadits yang cukup masyhur di bawah ini.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ….

Artinya: “Dari Abu Hurairah, (ia) dari Nabi saw bersabda: “tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari kiamat, di mana pada hari itu tidak ada naungan kecuali naungan allah; yaitu imam (pemimpin) yang adil ….”

Hadits ini diriwayatkan oleh banyakmukharrij, di antaranya Bukhari dalamShahih-nya (vol. 1, no. 660, vol. 2, no. 1423, dan vol. 8, no. 6806), Muslim dalam Shahih-nnya (vol. 2. No. 1031), Ahmad dalamMusnad-nya (vol. 15, no. 9665), Malik dalamal-Muwaththa’ (vol. 5, no. 3505), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (vol.10, no. 4486), al-Baihaqi dalam al-Sunan-al-Kubra (vol. 2, no. 545).

Selain harus adil, seorang pemimpin juga tidak boleh otoriter. Keotoriteran seorang pemimpin inilah yang membuat ia tidak disenangi dan dicintai rakyat. Bahkan, menurut Rasulullah saw, seorang pemimpin yang otoriter merupakan sosok pemimpin yang paling buruk.

إنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الحُطَمَةُ فَإِيَّاكَ أنْ تَكُونَ مِنْهُمْ ….

Artinya: “Sesungguhnya seburuk-buruk pemimpin (pemerintah) adalah yang kejam (otoriter), maka janganlah kau tergolong dari mereka.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya (vol. 3, no. 1830), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (vol. 10, no. 4511), Al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra (vol. 8, no. 17083), Abu ‘Awwanah dalam Musnad-nya (vol. 4, no. 7050).

Hadits ini merupakan sindirin bagi para pemimpin yang otoriter dan cenderung tidak mau mendengar aspirasi rakyat. Para pemimpin yang selalu bertindak sewenang-wenang dalam mengambil kebijakan, tanpa memikirkan baik-buruknya bagi yang dipimpin. Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa para pemimpin (pemerintah) yang otoriter adalah para pemimpin yang kejam dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin, tidak mengayomi orang-orang yang dipimpinnya, bahkan satu sama lain saling bersaing (untuk mendapat kekuasaan) dengan cara yang tidak elok dan sehat (Al-Nawawi, al-Minhaj …, vol. 12, hal. 216).

Demikianlah beberapa hadits yang membicarakan tentang kepemimpinan dan kriteria pemimpin yang dirindukan umat saat ini. Dengan kriteria seperti itu, niscaya siapapun yang menjadi pemimpin, rakyat akan mencintainya setulus hati. Sosok pemimpin seperti itulah yang diharapkan dapat mengentaskan bangsa ini dari berbagai macam krisis yang semakin melilitnya. Krisis kepemimpinan, keadilan, tanggung jawab dan kejujuran adalah serentetan krisis yang terangkai dalam sebuah label “krisis multidimensional bangsa”. Inilah pekerjaan rumah yang cukup berat bagi kita sebagai bangsa Indonesia. Namun, seberat apapun itu, bila ada kemauan dan kesadaran dalam pribadi kita masing-masing untuk memperbaiki dan menambal krisis-krisis tersebut, maka niscaya lambat laun bangsa kita akan menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Cinta Saidina Ali dan Siti Fatimah Az-Zahrah • Nasehat Islam

Kisah Cinta Saidina Ali dan Siti Fatimah Az-Zahrah. Dipendamkan di dalam hatinya, yang tidak diceritakan kepada sesiapa tentang perasaan hatinya. Tertarik dirinya seorang gadis, yang punya peribadi tinggi, paras yang cantik, kecekalan yang kuat, apatah lagi ibadahnya, hasil didikan ayahnya yang dicintai oleh umat manusia, yakni Rasulullah S.A.W. Itulah Fatimah Az-Zahrah, puteri kesayangan Nabi Muhammad, serikandi berperibadi mulia. Dia sedar, dirinya tidak punya apa-apa, untuk meminang puteri Rasulullah. Hanya usaha dengan bekerja supaya dapat merealisasikan cintanya. Itulah Ali, sepupu baginda sendiri. Sehingga beliau tersentap, mendengar perkhabaran bahawa sahabat mulia nabi, Abu Bakar As-Siddiq, melamar Fatimah. ”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji kerana merasa apalah dia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin dia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan ...

Nasehat Haedar Nashir Agar Umat Islam Bersatu • Umat Muhammadiyah

Nasehat Haedar Nashir Agar Umat Islam Bersatu • Umat Muhammadiyah Di negeri ini perbedaan paham dan kepentingan sesama umat Islam jika tidak dibarengi jiwa toleransi tinggi berpotensi memperlemah kekuatan Islam. Saling tuding ekstrim dan radikal dapat menjadi pemicu. Baik dalam tatanan umum lebih-lebih dalam perbedaan kepentingan politik, potensi centang perenang masih menjadi problem klasik umat Islam Indonesia. . . #muhammadiyah #lensamu #takwa #iman #istiqomah #berkah #allahuakbar #alhamdulilah #islam #nasehat #muhasabah #islam #pencerahan #gerakanpembaruan #muhammadiyahgerakanku #ayatsuci #kekuatanalquran #teladan #petuahhidup #petunjukAllah #nasehat #berkemajuan #akhlakulkarimah #taat #hadist #kebaikanislam #muhasabah #ayojadibaik #hijrah

Kisah Nabi Yunus ‘Alaihissalam

Kisah Nabi Yunus ‘Alaihissalam Di daerah Mosul, Irak, terdapat sebuah kampung bernama Ninawa yang penduduknya berpaling dari jalan Allah yang lurus dan malah menyembah patung dan berhala. Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin memberikan petunjuk kepada mereka dan mengembalikan mereka ke jalan yang lurus, maka Dia mengutus Nabi Yunus ‘alaihissalam untuk mengajak mereka beriman dan meninggalkan sesembahan selain Allah ‘Azza wa Jalla. Akan tetapi mereka menolak beriman kepada Allah dan tetap memilih menyembah patung dan berhala. Mereka lebih memilih kekafiran dan kesesatan daripada keimanan dan petunjuk, mereka mendustakan Nabi Yunus ‘alaihissalam, mengolok-olok dan menghinanya. Maka Nabi Yunus pun marah kepada kaumnya dan tidak berharap lagi terhadap keimanan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mewahyukan kepada Yunus untuk memberitahukan kaumnya, bahwa Allah akan mengadzab mereka karena sikap mereka itu setelah berlalu tiga hari. Lalu Nabi Yunus menyampaikan perihal adzab itu kepada kaumnya...

Kisah Nabi Syu’aib ‘Alaihissalam

Kisah Nabi Syu’aib ‘Alaihissalam Nabi Syu’aib ‘alaihissalam tinggal di kota Madyan yang letaknya di Yordania sekarang. Ketika itu, masyarakatnya kafir kepada Allah dan melakukan berbagai kemaksiatan, seperti membajak dan merampas harta manusia yang melintasi mereka. Mereka juga menyembah pohon lebat yang disebut Aikah. Mereka bermuamalah buruk dengan manusia, menipu dalam melakukan jual beli dan mengurangi takaran dan timbangan. Maka Allah mengutus kepada mereka seorang rasul dari kalangan mereka bernama Nabi Syu’aib ‘alaihissalam. Beliau mengajak mereka beribadah kepada Allah dan tidak berbuat syirik, melarang mereka mengurangi takaran dan timbangan serta melarang melakukan pembajakan, dan melarang berbuat buruk lainnya. Nabi Syu’ab ‘alaihissalam berkata kepada mereka, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganl...

Bersungguh-sungguh Dalam Agama

Bersungguh-sungguh Dalam Agama Kita banyak menemui orang yang berpura-pura salih, baik yang sadar ataupun tidak sadar. Tapi hampir tidak ada Muslim yang berpura-pura fasik, setidaknya scara sengaja Karena dalam Islam kita tidak boleh berpura-pura beriman, iman itu 100% dan tidak bisa dibuat-buat. Walau kita punya maksud tertentu, keimanan tetap harus dipegang Yang tidak beragama, atau yang agamanya tidak memiliki aturan yang lengkap, akan menghalalkan segala caranya mencapai tujuan, pokoknya asal tujuannya tercapai Berpura-pura menjadi Muslim itu sudah biasa dilakukan oleh orang-orang, tapi tidak ada Muslim berilmu yang berpura-pura menjadi orang yang kafir, sebab tak boleh Lebih daripada itu, yang mendapatkan hidayah Islam dengan benar, maka dia akan membanggakan Islam melebihi segala, hingga tak ada yang lebih layak dari Islam Kadang, orang yang beriman memang diuji, sebab mereka tak boleh balas membohongi ketika dibohongi, tetap rendah hati walau orang lain tinggi hati dan sombong S...

Doa Sebelum Makan Yang Sahih

Dari ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata, “Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanganku bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, . « يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ » . فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِى بَعْدُ . “Wahai Ghulam, bacalah “bismillah”, makanlah den...

Jangan Sampai Melalaikan Peringatan Dan Kewajiban • Umat Muhammadiyah

Jangan Sampai Melalaikan Peringatan Dan Kewajiban • Umat Muhammadiyah Selain tidak boleh melalaikan kewajiban, kita juga tidak boleh melalaikan peringatan. Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang lalai. . . #muhammadiyah #lensamu #takwa #iman #istiqomah #berkah #allahuakbar #alhamdulilah #islam #nasehat #muhasabah #islam #pencerahan #gerakanpembaruan #muhammadiyahgerakanku #ayatsuci #kekuatanalquran #teladan #petuahhidup #petunjukAllah #nasehat #berkemajuan #akhlakulkarimah #taat #hadist #kebaikanislam #muhasabah #ayojadibaik #hijrah

Tidur Berbaring Setelah Witir

Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Mis'ar dan Sufyan dari Sa'd bin Ibrahim dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari 'Aisyah ia berkata, "Aku tidak pernah mendapati Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di akhir malam kecuali dalam keadaan tidur. " Waki' berkata, "Yakni setelah shalat witir. " - HR. Ibnu Majah

Pertanggungjawaban Organ Tubuh Dihari Kiamat

Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq telah memberitakan kepada kami Sufyan dari Yahya bin Abdullah dari Salim bin Abu Al Ja'd ia berkata; Seorang laki-laki datang kepada Ibnu Abbas lalu menyebutkan sebuah hadits, lalu ia berkata; Sungguh aku telah mendengar Nabi kalian shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pada hari kiamat akan datang orang terbunuh dengan membawa kepalanya." Entah beliau bersabda: "Dengan tangan kiri atau kanannya, urat-urat lehernya tertarik di hadapan 'Arsy Ar Rahman Tabaraka wa Ta'ala, ia berkata; Wahai Rabbku, tanyakan kepada orang ini mengapa ia membunuhku?" HR. Ahmad

Doa Memohon kemudahan

Doa Memohon kemudahan. . Pada kesempatan pagi penuh barokah ini, kami ingin berbagi dengan follower sekalian sebuah do’a yang bermanfaat. Do’a ini adalah do’a yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berisi permohonan berbagai kemudahan dalam segala urusan. Semoga bermanfaat. . Dari Anas bin Malik, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, . اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَ...