Langsung ke konten utama

Biografi Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu

Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu

Aku serahkan diriku kepada Dzat
yang kepada-Nya bumi juga telah berserah diri
dengan memikul batu-batu yang berat
Dzat yang telah menjadikan bumi bulat
Dzat yang telah menciptakan bumi dengan sempurna
Dzat yang telah memancangkan gunung-gunung
dengan kokoh di atasnya
Aku serahkan diriku kepada Dzat
yang kepada-Nya awan-awan telah menyerahkan diri
dengan membawa air yang tawar
Ketika awan-awan itu dibawa ke suatu negeri, dia akan taat
lalu dia akan menurunkan hujan di atasnya…



Zaid bin ‘Amr bin Nufail (ayah Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu) mendendangkan dan melagukan bait-bait syair tersebut, lalu dia memandang ke arah Ka’bah seraya berucap, “Aku datang untuk memenuhi panggilan-Mu, wahai Tuhanku. Aku datang untuk memenuhi panggilan-Mu dengan sebenar-benarnya.”

Zaib bin ‘Amr bin Nufail merupakan putra dari paman ‘Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu. Dia hidup sebelum Islam datang dan sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan fitrah atau tabiatnya yang lurus, dia pun mendapat petunjuk untuk menyembah Allah, sehingga dia tidak pernah menyembah berhala-berhala ataupun menyembelih binatang untuk dipersembahkan kepada berhala-berhala itu seperti yang biasa dilakukan oleh kaum musyrikin di Makkah pada saat itu.

Dia pernah berkata kepada penduduk Makkah, “Wahai kaum Quraisy, Allah telah menurunkan hujan untuk kalian, menumbuhkan tanaman untuk kalian, dan menciptakan kambing untuk kalian, tetapi mengapa kalian menyembelih binatang-binatang ini untuk selain Allah? Bagaimana hal ini bisa terjadi?”

Mendengar ini, Khaththab bin ‘Amr bin Nufail pun berdiri dan memukul wajahnya, lalu dia berkata  kepadanya: ”Celakalah kamu, sungguh kita sudah terlalu bersabar terhadapmu.”

Selanjutnya, Khaththab menyiksanya dengan siksaan yang pedih, hingga akhirnya Zaid pun terpaksa keluar dari Makkah. Dia tidak pernah kembali ke Makkah, kecuali dengan sembunyi-sembunyi. Hal itu karena dia merasa takut kepada pamannya, Khaththab ayah ‘Umar radhiallahu ‘anhu.

Di Makkah Zaid bin ‘Amr mengadakan pertemuan dengan Waraqah bin Naufal, ‘Abdullah bin Jahsy, dan Umaimah binti Harits (bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam). Selain mereka, dalam pertemuan itu ada juga ‘Ustman bin Huwairits.

Zaid berkata kepada mereka, “Demi Allah, kalian semua telah mengetahui bahwa kaum kalian telah menyimpang dari ajaran –ajaran agama Ibrahim. Mengapa kita berthawaf mengelilingi batu yang tidak bisa mendengar dan melihat serta tidak dapat memberikan mudharat dan juga manfaat ? Wahai kaum, carilah agama untuk kalian semua. Demi Tuhan, kita bukanlah apa-apa.”

Mereka kemudian berpencar ke segala penjuru negeri untuk mencari agama yang benar. Adapun Waraqah bin Naufal telah memeluk agama Masehi, sementara ‘Abdullah bin Jahsy dan ‘Utsman bin Huwairits masih melanjutkan pencarian terhadap agama yang benar itu, hingga akhirnya datanglah Islam. ‘Abdullah bin Jahsy radhiallahu ‘anhu pun beriman dan masuk Islam, hingga akhirnya dia terbunuh sebagai syahid dalam perang Uhud, lalu dia dijuluki dengan julukan Asy-Syahid Al-Mujadda’ (syahid yang tangannya terpotong).

Tinggalah Zaid bin ‘Amr yang telah pergi ke negeri Syam untuk mencari agama Ibrahim ‘alaihissalam, hingga akhirnya dia bertemu dengan seorang pendeta di Syam. Dia menceritakan hal itu kepada pendeta tersebut. Sang pendeta pun berkata, “Sesungguhnya kamu sedang mencari agama yang sudah tidak ada. Oleh karena itu, pulanglah ke Makkah, karena sesungguhnya Allah akan mengutus kepada kalian orang yang memperbaharui agama Ibrahim itu. Pergilah, lalu berimanlah kepadanya dan ikutilah dia!”

Ketika Zaid masih berada dalam perjalanan menuju Makkah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah diutus sebagai rasul. Saat itu Zaid belum mengetahui bahwa Rasulullah telah diutus. Sayangnya, kematian telah lebih dulu menjemputnya sebelum dia beriman. Dia telah dibunuh oleh sebagian orang Badui (Arab pedalaman).

Ketika kisah ini diceritakan kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau pun menceritakan tentang sosok Zaid, “ Sesungguhnya dia akan dibangkitkan pada hari kiamat (nanti) seorang diri sebagai satu umat (yang terpisah).”

Menjelang hembusan nafas terakhirnya, Zaid berkata, “Ya Allah, jika Engkau memang tidak menghendaki kebaikan ini (agama Islam) untukku, maka janganlah Engkau halangi anakku (Sa’id) darinya.”

Doa Zaid ini masih menggantung di antara langit dan bumi, hingga pada suatu hari ketika Sa’id sedang berada di Makkah, dia mengetahui bahwa Rasulullah telah diutus. Karenanya, dia beserta istrinya, Fatimah binti Khaththab, yang merupakan saudara perempuan ‘Umar bin Khaththab, segera beriman kepada Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Keislaman mereka berdua itu terjadi pada awal munculnya Islam, sebelum masuknya Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam ke dalam rumah Arqam bin Abi Arqam (Daarul Arqam).

Sa’id masih merahasiakan keimanannya dan dia sangat sabar menghadapi siksaan yang berasal dari kaumnya, sehingga dia pun tidak diusir dari Makkah,s eperti yang dialami  sebelumnya oleh orang tuanya. Akan tetapi kemudian, ‘Umar mengetahui keimanan Sa’id. ‘Umar pun bermaksud membunuhnya, lalu dia memukulnya hingga darah mengalir dari wajah Sa’id . Akan tetapi, kesabaran Sa’id dalam menghadapi sikap ‘Umar inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab masuknya ‘Umar radhiallahu ‘anhu ke dalam Islam, *seperti yang telah kami sebutkan pada kisah masuknya ‘Umar ke dalam Islam.*

Sa’id pergi berhijrah ke Madinah bersama istrinya, Fathimah. Sebelum terjadinya perang Badar, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam telah memilihnya dan mengutusnya untuk pergi bersama Thalhah bin Ubaidillah dengan tujuan agar dia mengetahui jumlah pasukan kaum musyrikin dan mematai gerak-gerik mereka. Oleh karena itu, Sa’id pun tidak ikut serta dalam peperangan Badar. Akan tetapi, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberinya bagian  ghanimah (harta rampasan) yang diperoleh dalam perang tersebut. Dia dianggap seperti orang yang ikut serta dalam perang itu.

Setelah itu Sa’id ikut serta dalam setiap peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia bertempur dengan menggunakan pedangnya dan beriman dengan menggunakan hatinya. Bahkan pada suatu hari dia pernah berada bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di gua Hira’ dengan para shahabat lainnya. Ketika itu tiba-tiba gunung  Hira’ bergetar, maka nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ Tenanglah, wahai Hira’, karena sungguhnya tidak ada yang berada di atasmu, kecuali seorang nabi, seorang yang sangat jujur (ash-shiddiq), dan seorang syahid.”

Ketika orang-orang bertanya kepada Sa’id, “Siapa sajakah yang bersamamu pada saat itu ?”

Sa’id pun menjawab, “Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Zubair, Thalhah, ‘Abdur Rahman bin ‘Auf, dan Sa’ad bin Malik.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda tentang Sa’id, “Sa’id bin Zaid di surga.”

Sa’id merupakan salah satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira bakal masuk surga. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhoinya. Dia memegang teguh janjinya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memerangi kaum musyrikin di negeri Persia, sehingga melalui tangannya dan juga tangan shahabat-shahabatnya, Allah pun memadamkan api yang  menjadi sesembahan kaum Majusi ; dan berkat perjuangannya pula para penduduk Persia beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Setelah penaklukan terhadap negeri Persia selesai, Sa’id tidak tinggal diam. Dia mengangkat pedang dan barang-barangnya untuk pergi ke negeri-negeri lain yang sedang di perangi oleh kaum muslimin. Kali ini sasarannya adalah negeri Syam dimana pada saat itu sedang berlangsung pertempuran yang sangat menentukan antara kaum  muslimin dengan bangsa Romawi, yaitu perang Yarmuk.

Di atas kertas, nampaknya kemenangan lebih dekat kepada pasukan Romawi, karena jumlah mereka sangat banyak, sementara jumlah kaum muslimin sangat sedikit.

Kekalahan bangsa Romawi berarti jatuhnya negeri Syam secara keseluruhan ke tangan kaum muslimin. Karenanya, kedua pasukan itu pun sama-sama mempersiapkan dirinya sebaik mungkin untuk menghadapi pertempuran ini. Pasukan Romawi datang dengan jumlah personel seratus dua puluh ribu pasukan, sedangan jumlah pasukan kaum muslimin hanya dua puluh empat ribu pasukan saja. Kedua pasukan ini saling berhadap-hadapan.

Para pendeta dan uskup datang sambil membawa salib-salib mereka sambil mengeraskan suara mereka untuk membaca doa-doa. Ketakutan pun merasuk ke dalam hati kaum muslimin ketika pasukan Romawi mengulang-ulang doa-doa tersebut. Suara mereka laksana gunung-gunung yang bergeser dari tempatnya.

Pemimpin kaum muslimin yang bernama Abu Ubaidah bin Jarrah berdiri untuk memberikan khutbah kepada kaum muslimin. Dia berkata, “Wahai hamba-hamba Allah, tolonglah Allah, niscaya Allah akan menolong kalian dan meneguhkan kaki-kaki kalian. Bersabarlah, sesungguhnya kesabaran akan menyelamatkan kalian dari kekufuran dan akan menyebabkan kalian diridhai oleh Tuhan. Tetaplah kalian diam sampai aku memberikan perintah kepada kalian. Ingatlah selalu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Diantara kaum muslimin, keluarlah seorang laki-laki. Dia berkata kepada Abu Ubaidah, “Wahai Abu Ubaidah, sekarang aku akan pergi dengan harapan aku dapat gugur sebagai syahid dan aku akan keluar untuk memerangi mereka. Apakah kamu mempunyai pesan yang akan kamu kirimkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ?”

Abu Ubaidah menjawab, “Ya. Kirimkan salam dari kami untuk beliau, dan katakan kepada beliau bahwa kami telah mengetahui bahwa apa yang dijanjikan oleh Tuhan kami kepada kami adalah benar.”

Melihat itu, Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu pun berkata, “Ketika aku melihat lelaki tersebut telah menaiki kudanya, menghunus pedangnya, dan melesat menuju musuh-musuh Allah guna memerangi mereka, aku pun meletakkan lututku ke tanah, lalu aku melemparkan anak panahku ke arah seorang anggota pasukan berkuda dari bangsa Romawi. Saat itu Allah menghilangkan rasa takut dari dalam hatiku. Maka, aku pun langsung masuk menembus barisan musuh. Aku memerangi mereka hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemenangan kepada kami.”

Abu Ubaidillah telah mengetahui dengan baik kesungguhan keimanan Sa’id. Karenanya Abu Ubaidillah pun menyerahkan misi penaklukan Damaskus kepada Sa’id, lalu dia menjadikan Sa’id sebagai wali (gubernur) disana. Ketika semua orang yang hidup pada masanya sudah berpulang keharibaan  Allah, Sa’id bin Zaid masih tetap hidup sampai masa Dinasti Bani Umayyah.

Masa-masa akhir hayat Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu
Pada masa Dinasti Bani Umayyah, Sa’id bin Zaid menangisi shahabat-shahabat Islam yang telah meninggal sebelumnya. Tinggalah dia seorang diri menyaksikan terjadinya fitnah (kerusuhan) dan menyaksikan bagaimana kehidupan dunia dengan segala macam perhiasannya telah masuk ke dalam hati kaum muslimin, maka Sa’id pun lebih memilih untuk kembali ke Madinah dan tinggal disana. Pada waktu itu yang menjadi gubernur di Madinah adalah Marwan bin Hakam bin ‘Ash.

Saat itu seorang wanita yang bernama Arwa binti Uwais keluar, lalu dia berkata, “Sesungguhnya Sa’id telah mencuri tanahku dan telah memasukkannya ke bagian tanahnya.” Sungguh perkataan itu sangat menyakitkan hati Sa’id bin Zaid, shahabat Rasulullah dan salah satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira berupa surga. Karenanya, Sa’id pun berkata, “Ya Allah, jika dia berbohong, maka hilangkanlah penglihatannya dan bunuhlah ia di tanahnya sendiri.”

Seketika itu pula hujan turun dari langit sampai diperbatasan tanah yang menurut wanita itu Sa’id telah melampaui batas tersebut. Seketika mata wanita itupun menjadi buta dan hanya selang beberapa hari, wanita itu terjatuh dalam sebuah lubang  yang  berada di tanah miliknya hingga dia meninggal dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabulkan doa Sa’id bin Zaid yang terzhalimi dan telah dituduh sebagai seorang pembohong dan pendusta.

Pada suatu pagi penduduk Madinah dikagetkan oleh suara seorang pelayat yang menangisi kepergian Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu. Peristiws itu terjadi pada masa kekhalifahan Muawiyah bin  Abi Sufyan, tepatny a pada tahun ke-50 Hijriyah. Dia di kuburkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu. Salam sejahtera baginya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pacaran Itu Dosa • Aulia Izzatunnisa

Bismillaah, Ingatlah sahabat fillah, Pacaran itu perbuatan yang dimurkai oleh Allah!!!, Pacaran itu jalan menuju perzinahan, Pacaran itu maksiat, Pacaran itu mengambil hak yang belum tentu miliknya!, Dan..., Pacaran itu hanya menjaga jodoh orang! Karna pacar itu belum tentu menjadi jodoh kita?!, Karna Allah belum tentu menjodohkannya kepada diri kita? Lantas apa gunanya menjaga milik orang?! Percuma saja kan? Seseorang...,yang belum berhak menjadi milik kita?!! Tapi kemana-mana, Selalu berduaan! Itu hanya mubazzir waktu saja! Betulkan sobat!!! Bukannya dapat pahala?!, Tapi justru cuma nambahin dosa!?? Sahabat..., Jangan biarkan malaikat sebelah kirimu terus bekerja mencatat setiap amal burukmu!, Sementara malaikat sebelah kananmu hanya diam tak bekerja! Ketahuilah, pacaran itu ibaratnya sebuah taruhan..., Jadinya belum pasti,tapi dosanya pasti sudah jadi!, Tanpa kau pertanyakan lagi!, Dan setiap detiknya,dosamu akan terus dicatat!!! Terlebih lagi jika sering berdua-duaan, Tanpa ikata...

Keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq Dalam Islam

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling mulia, bahkan dikatakan ia adalah manusia termulia setelah para nabi dan rasul. Keutamannya adalah sesuatu yang melegenda, hal itu diketahui oleh kalangan awam sekalipun. Membaca kisah perjalanan hidupnya seakan-akan kita merasa hidup di dunia hayal, apa benar ada orang seperti ini pernah menginjakkan kaki di bumi? Apalagi di zaman kita saat ini, memang manusia teladan sudah sulit terlestari. Namun seiring pergantian masa dan perjalanan hidup manusia, ada segelintir orang atau kelompok yang mulai mencoba mengkritik perjalanan hidup Abu Bakar ash-Shiddiq setelah Allah dan Rasul-Nya memuji pribadinya. Allah meridhainya dan menjanjikan surga untuknya, radhiallahu ‘anhu. وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِ...

Tinggalkan Bid'ah Dan Islam Tradisi Nusantara

NGAPAIN SIH NGERIBUTIN BID'AH...? . Celetukan yang selalu dilontarkan banyak orang yang belum memahami hakikat bid’ah dan bahayanya. . Padahal setiap hari kita membaca al Fatihah: “Ghairil maghdluubi ‘alaihim waladlaalliin”. Bukan jalannya orang-orang yang dibenci, bukan jalan orang yang sesat. Yang sesat adalah Nasrani, karena mereka suka beramal tanpa dasar ilmu…alias suka berbuat bid’ah dalam agama mereka. . Dalam Riwayat Muslim, acapkali Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam khutbahnya selalu bersabda : . “Sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah. Sebaik-baik petunjuk Rasulullah, seburuk-buruk perkara adalah yang dibuat-buat (Muhdats), dan setiap Muhdats adalah bid’ah.” . Jadi siapa yang pertama kali meributkan bid’ah?? Jawabannya, “Ya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. . Kenapa harus diributkan? Karena bid’ah merusak kesempurnaan Islam. . Tanyakan kepada pelaku bid’ah: Apakah Islam baru sempurna dengan perbuatan bid’ah Anda? Ataukah sudah sempurna tanpa perbuatan bid’...

Batas Waktu Memotong Bulu & Kuku

"Kami diberi batas waktu untuk mencukur kumis, memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, tidak dibiarkan lebih dari empatpuluh hari." Abu Isa berkata; Hadits ini lebih shahih dari hadits pertama. Shadaqah bin Musa menurut mereka bukan seorang yang hafidz. (HR. Tirmidzi: 2683)

Perbedaan Mukmin & Munafik

🍃Bismillahirrahmaanirrahiim🍃 _________________________ ORANG MUKMIN sangat berbeda dengan orang MUNAFIK dalam bersikap. . . 💦Orang MUKMIN HANYA TA'AT pada ALLAH dan RASUL-NYA, ta'at pd yg lain jika memang sesuai dlm rangka ta'at kpd Allah dan Rasul-Nya. . . 💦Orang MUKMIN tentu akan MENDAHULUKAN PERKATAAN ALLAH dam RASUL-NYA daripada perkataan orang2/ lainnya. . . 💦Orang MUKMIN akan TIDAK MAU MEMPERCAYAI (aplg MENGKHABARKN) hanya dari sekedar melihat/mendengar SEBELUM dia YAKIN akan KEBENARANNYA, krn segala pendengaran, penglihatan dan hati akn diminta tanggung jawabnya oleh Allah Yang Maha Menyaksikan. . . 💦Orang MUKMIN HANYA PEDULI PANDANGAN ALLAH, dia tdk peduli siapa yg menyanjung (memuji) dan yg mencelanya...baginya hanya Allah lah patokannya. . . 💦Orang MUKMIN HANYA MENCINTAI ALLAH dan mencintai apa/siapa yg dicintai-Nya. Orang MUKMIN HANYA TAKUT KPD KETIDAKREDHAAN ALLAH saja. . . &...

Bermain Bersama Istri Itu Sunnah

Bermain Bersama Istri Itu Sunnah Membangun kemesraan dalam rumah tangga sangat dianjurkan dalam islam. Salah satunya adalah ‘bermain’ dengan istri. Hampir semua permainan, tidak mengandung dzikrullah, dan tidak dianjurkan dalam dalam islam. Kecuali beberapa permainan, salah satunya bermain dengan istri. . Aisyah menceritakan, . Aku pernah ikut safar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu aku masih muda, badannya belum gemuk dan bellum berlemak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh rombongan safar, “Silahkan kalian jalan duluan.” . Merekapun jalan duluan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajakku, . "Mari kita lomba lari. " . Akupun lomba lari dengan beliau dan aku bisa mengalahkan beliau. . Hingga setelah aku mulai gemuk, berlemak dan sudah lupa dengan perlombaan yang dulu, aku pergi bersama beliau untuk melakukan safar. Beliau meminta kepada rombongan, “Silahkan kalian jala...

JANGAN TERPEDAYA DENGAN GEMERLAP DUNIA

Bismillah JANGAN TERPEDAYA DENGAN GEMERLAP DUNIA.. !! رَغِيْفُ خُبْزٍ يَابِسٍ = تَأْكُلُهُ فِي زَاوِيَةْ “Sepotong roti kering yang engkau makan di pojokan….” وَكُوْزُ ماءٍ باردٍ = تَشْرَبُهُ مِنْ صَافِيَةْ “Dan secangkir air dingin yang kau minum dari mata air yang jernih….” وَغُرْفَةٌ ضَيِّقَةٌ = نَفْسُك...

Beda Agama Dengan Ortu, Benarkah Agama Adalah Warisan?

I ngat ga kalau beberapa waktu lalu ada seorang anak yang mem-viralkan puisi soal "agama warisan"? Katanya, agama itu adalah warisan, bahwa seseorang memeluk agama berdasarkan agama orang tuanya terdahulu, tapi rasa-rasanya puisinya tersebut terbantahkan dengan bahasan kali ini, sebab ada yang orang tuanya kafir tetapi anaknya muslim, begitupun sebaliknya Lalu, haruskan kita tetap berbakti kepada orang tua terutama Ibu jika keduanya adalah non muslim? Adakah perbedaan cara untuk berbakti pada keduanya? Nah dear... Dalam Islam, kita harus tetap berbakti pada kedua orang tua meskipun berbeda keyakinan Para Ulama mengambil dalil tentang wajibnya berbakti dan bersilaturahmi kepada kedua orang tua meskipun keduanya masih kafir Tapi kafir yang dimaksud pada permasalahan ini bukan kafir harbi yaitu kafir yang menentang dan memerangi Islam Jika orang tuanya tidak kafir harbi, tidak menyerang kaum muslimin, maka hendaklah bergaul dengan mereka dengan baik dan bersilaturahmi kepada ked...

3 Jenis Ziarah Kubur Yang Harus Anda Tahu

ZIARAH KUBUR ITU ADA 3 MACAM 1. Ziarah Syar’iyyah . Yakni ziarah kubur yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat yakni untuk dua hal; mengingat kematian dan mendoakan si mayyit, jenis ziarah yang pertama ini diperintahkan dan bagian dari ibadah yang disyari’atkan. . Syaikhul Islam Ibn Taymiyah: . (فَالزيارة الشَّرْعِيَّةُ الْمَقْصُودُ بِهَا السَّلَامُ عَلَى الْمَيِّتِ وَالدُّعَاءُ لَهُ . Yang dimaksud ziarah syar’iyyah adalah mengucapkan salam kepada mayyit (ahli kubur) dan mendoakannya. . Rasulullah ﷺ bersabda : . إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الْآخِرَةَ . Sesungguhnya Dahulu Aku pernah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah kalian ke kubur karena itu akan mengingatkan kamu terhadap hari akhirat. (HR. Muslim no.977dan Ahmad: 1173 ) . 2. Ziarah Bid’iyyah . Yakni ziarah yang tidak sesuai tuntunan syariat, melenceng dari aturan nabi, seperti shalat di kuburan, bersholawatan di kuburan, dzikir di kubur...

Malaikat Jibril Ikut Dalam Majelis Rasulullah

Umar Bin Khattab menceritakan, . “Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang pakaiannya sangat putih, rambutnya sangat hitam, pada dirinya tidak ada bekas-bekas datang dari perjalanan, namun tidak ada satu pun di antara kami yang mengenalnya. . Kemudian, dia duduk di dekat Nabi.  Dia menempelkan lututnya ke lutut Nabi dan meletakkan telapak tangannya di atas paha Nabi. . Kemudian, dia bertanya, ‘Wahai Muhammad, sampaikan kepadaku, apa itu islam? Nabi menjawab, “Islam adalah engkau bersyahadat bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan, dan melaksanakan haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana. . "Orang ini berkata, ‘Engkau benar.’” Umar pun mengatakan, “Kami terheran; dia bertanya lalu dibenarkannya sendiri. . Orang tersebut bertanya, ‘S...