Langsung ke konten utama

Saling Mengingatkan Sunnah

Apakah meninggalkan suatu amalan yang dihukumi sunnah (tidak wajib) mendapatkan dosa, termasuk dalam celaan bahkan dihukumi berbuat bid’ah?
.
Ulama besar Kerajaan Saudi Arabia di masa silam, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin ditanya:
.
Dalam ringkasan Kitab Al-I’tisham karya Imam Asy-Syatibi, meninggalkan suatu perkara sunnah ataukah wajib apakah dapat digolongkan berbuat bid’ah? Meninggalkan perkara yang diperintahkan itu ada dua macam. Ada meninggalkannya bukan dianggap sebagai bentuk ibadah. Perkara tersebut ditinggalkan karena malas-malasan atau menganggap remeh atau alasan pribadi lainnya. Bentuk pertama ini berarti melakukan suatu pelanggaran. Jika yang ditinggalkan adalah perkara wajib, maka dihukumi maksiat.
.
Adapun pertanyaannya. Jika meninggalkan perkara sunnah (yang bukan wajib) dihukumi bukan maksiat, jika memang yang ditinggalkan sebagian amalan saja. Bagaimana jika yang ditinggalkan adalah seluruh perkara sunnah?
.
Jawab Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin rahimahullah, seperti itu bukanlah maksiat, tergantung kondisinya. Jika disebut meninggalkan seluruh perkara sunnah itu maksiat, maka perlu ditinjau lagi.
.
Namun sepertinya pemahaman itu diambil dari perkataan Imam Ahmad rahimahullah, “Siapa yang meninggalkan shalat witir, maka ia adalah rajulun suu’ (laki-laki yang jelek), janganlah terima persaksiaannya.” Padahal diketahui bahwa shalat witir dihukumi sunnah (bukan wajib) seperti yang diyakini pula oleh Imam Ahmad.
.
Begitu pula ulama Hambali menyatakan bahwa meninggalkan shalat rawatib juga tidak diterima persaksiaannya padahal shalat rawatib tidaklah wajib.
.
Namun kalau kita rinci, itu lebih baik. Kita katakan:
.
1. Jika seseorang meninggalkan perkara sunnah dianggap sebagai suatu bentuk ibadah, malah termasuk dalam orang yang berbuat bid’ah. Karena meninggalkan sesuatu sama hal dalam hukum melakukannya.

2. Jika seseorang meninggalkan perkara sunnah karena malas-malasan atau menganggap remeh. Ia menyatakan, yang wajib tetaplah wajib dan yang tidak wajib tetaplah tidak wajib. Seperti itu tidak dihukumi dosa, baik ia meninggalkan sebagian atau seluruh perkara yang dihukumi sunnah.
.
.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarah Hadist Arba'in 1 | Urgensi Niat - Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc,...

Dauroh 'Mengenal Asma'ul Husna' Sesi 2 - Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.

Perjanjian Yang Kuat Dalam Islam

PERJANJIAN YANG KUAT Diantara perjanjian yang paling kuat adalah pernikahan, karena akad nikah adalah perjanjian dengan nama Allah, dan Allah menyebutnya sebagai perjanjian yang kuat. Allah 'azza wa jalla berfirman, وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا . "Dan isteri-isterimu telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat." [An-Nisa: 21] Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُم أَخَذتُمُوهُنَّ بِأَمَانَةِ اللَّهِ وَاستَحلَلتُم فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ . “Bertakwalah kepada Allah dalam memperlakukan para wanita, karena kalian telah mengambil mereka (sebagai istri) dengan perjanjian Allah dan menghalalkan hubungan suami istri dengan kalimat Allah.” [HR. Muslim dari Jabir radhiyallahu’anhu] Dan setiap perjanjian adalah amanah, maka para istri adalah amanah Allah di pundak suami untuk diperlakukan dengan baik, dan kelak Allah 'azza wa jalla akan meminta pertanggung jawaban atas amanah ini di hari kiamat. Al-Ima

Ceramah Singkat : Allah Berikan Dunia Kepada Orang Kafir - Ustadz Dr. Fi...

Kajian Kitab : Syarah Kitab Shahih Bukhari Kajian Ke-30 - Ustadz Dr. Fir...

Apakah Amalan Yang Gugur Bisa Kembali - Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc, ...

Kajian Umum : Fiqh Bermedia Sosial - Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc, M.A.

Khutbah Jumat : Kemuliaan Sholat Malam - Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc,...

Kajian Sirah Bahtera Nabi Nuh - Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc, M.A.

Kajian Umum : Hijrah, Sejarah Dan Ibroh - Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc...